Pengertian Penyimpangan Perilaku dalam Audit - Setiap individu memiliki keunikan antara individu yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Ketika individu yang berbeda-beda tersebut berada dalam suatu lingkungan organisasi maka terciptalah perilaku individu dalam organisasi. Perilaku organisasi sendiri menurut Rivai adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu kelompok tertentu.
Perilaku organisasi merupakan bidang ilmu yang mempelajari tentang interaksi antar manusia dalam organisasi yang meliputi studi secara sistematis tentang perilaku, struktur dan proses di dalam organisasi. Isu utama perilaku organisasi adalah hubungan antar manusia dalam organisasi dan organisasi diciptakan oleh manusia untuk mencapai tujuan. Dalam perilaku organisasi juga merupakan suatu cara berpikir, suatu cara untuk memahami persoalan-persoalan dan menjelaskan secara nyata hasil-hasil penemuan berikut tindakan-tindakan pemecahan masalah.
Menurut Sofyandi dan Garniwa, perilaku organisasi dapat pula dirumuskan sebagai berikut:
“Perilaku organisasi yaitu suatu sistem studi dari sifat organisasi seperti misalnya bagaimana organisasi dimulai, tumbuh dan berkembang, serta bagaimana pengaruhnya terhadap anggota-anggota sebagai individu, kelompok pemilih, organisasi lainnya dan institusi-institusi lainnya yang lebih besar”.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa perilaku organisasi antara yang satu dengan yang lain akan berbeda walaupun bergerak dalam bidang yang sama. Hal ini dikarenakan perbedaan-perbedaan individu dan kondisi lingkungannya.
Perilaku individu menurut Jogiyanto sebagai berikut: “Perilaku individu adalah tindakan-tindakan (actions) atau reaksi-reaksi (reactions) dari suatu objek atau organisasi. Perilaku dapat berupa sadar (conscious) atau tidak sadar (unconscious), terus terang (overt) atau diam-diam (covert), sukarela (voluntary) atau tidak sukarela (unvoluntary).”
Perilaku individu menurut Rivai adalah: “Perilaku individu adalah semua yang dilakukan seseorang. Perilaku adalah reaksi total, motor dan kalenjer yang diberikan sewaktu organisme kepada suatu situasi yang dihadapinya”.
Behavior yang berarti perilaku menurut Reber dalam Abdul Karim adalah: “Perilaku adalah sebuah istilah yang sangat umum mencakup tindakan, aktivitas, respons, reaksi, gerakan, proses, operasi-operasi dan sebagainya. Singkatnya, respons apapun dari organisme yang bisa diukur”.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa perilaku merupakan tindakan-tindakan atau reaksi-reaksi yang dilakukan suatu objek atau organisasi yang dapat bersifat sadar atau tidak sadar, terus terang atau diam-diam, sukarela atau tidak sukarela.
Menurut Rivai, ada 4 (empat) faktor yang berkaitan tingkat perilaku individual, yaitu karakter biografis, kemampuan kepribadian dan pembelajaran:
1. Karakter biografis merupakan karakteristik pribadi yang terdiri dari :
a) Usia. Ada suatu keyakinan yang meluas bahwa produktivitas merosot sejalan dengan makin tuanya usia seseorang. Tetapi hal itu tidak terbukti, karena banyak orang yang sudah tua tapi masih energik. Memang diakui bahwa pada usia muda seseorang lebih produktif dibandingkan ketika usia muda.
b) Jenis Kelamin. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ada perbedaan antara pria dan wanita yang mempengaruhi kinerja. Ada juga yang berpendapat tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan memecahkan masalah, keterampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas atau kemampuan belajar. Dalam hal ini diasumsikan bahwa tidak ada perbedaan yang berarti dalam hal produktivitas antara pria dan wanita.
c) Status Perkawinan. Perkawinan biasanya akan meningkatkan rasa tanggung jawab seseorang karyawan terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, karena pekerjaan nilainya lebih berharga dan penting karena bertambhanya tanggung jawab pada keluarga, dan biasanya karyawan yang sudah menikah lebih puas dengan pekerjaan mereka dibandingkan dengan yang belum menikah.
d) Masa Kerja. Masa kerja yang lebih lama menunjukkan pengalaman yang lebih seseorang dibandingkan dengan rekan kerjanya yang lain, sehingga sering masa kerja/pengalaman kerja menjadi pertimbangan sebuahperusahaan dalam mencari pekerja.
2. Kemampuan
Kemampuan adalah kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Seluruh kemampuan seorang individu pada hakikatnya tersusun dari 2 (dua) faktor, yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan Intelektual. Ada 7 (tujuh) dimensi yang paling sering dikutip yang membentuk kemampuan intelektual, yaitu kecerdasan numerik, pemahaman verbal, kecepatan konseptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang dan ingatan. Selain dari kemampuan intelektual yang sering dihubungkan dengan IQ perlu juga dipertimbangkan kematangan EQ (emotional quotient) untuk keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Kemampuan Fisik. Kemampuan fisik memiliki makna penting khusus untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kurang menuntut keterampilan. Ada 9 (sembilan) kemampuan fisik dasar, yaitu kekuatan, keluwesan extent, keluwesan dinamis, koordinasi tubuh, keseimbangan dan stamina. Setiap individu berbeda dalam hal sejauhmana mereka mempunyai kemampuan-kemampuan tersebut.
3. Kepribadian
Keperibadian adalah organisasi dinamis pada tiap-tiap sistem psikofisik yang menentukan penyesuaian unik pada lingkungannya dan kepribadian merupakan total jumlah dari seorang indivudu dalam beraksi dan berinteraksi dengan orang lain atau dapat pula dikatakan bahwa kepribadian adalah himpunan karakteristik dan kecenderungan yang stabil serta menentukan sifat umum dan perbedaan dalam perilaku seseorang. Hal ini paling sering digambarkan dalam bentuk sifat -sifat yang dapat diukur dan diperlihatkan oleh seseorang
4. Pembelajaran
Adalah setiap perubahan yang relatif permanen dari perilaku yang terjadi sebagai hasil pengalaman. Dapat dikatakan bahwa perubahan -perubahan perilaku menyatakan pembelajaran telah terja di dan bahwa pembelajaran merupakan suatu perubahan perilaku. Sesungguhnya kegiatan belajar telah berlangsung jika seorang individu berperilaku, bereaksi, menanggapi sebagai hasil pengalaman dalam suatu cara yang berbeda dari cara perilakunya sebelumnya.”
Menurut Mu’mintus Shokichah dan Istiqomah, perilaku manusia dibentuk oleh tiga faktor antara lain :
1. Sikap, merupakan kecenderungan dari respon bukan respon itu sendiri. Siegel dan Marconi (1989:29) yang dikutip oleh Mu’mintus Shokichah dan Istiqomah (2005:64), dalam studi mengenai hubungan antara sikap dan perilaku, menemukan bahwa sikap yang kuat dapat digunakan untuk memprediksi perilaku.
2. Motivasi yang dipai untuk menunjukkan suatu keadaan dalam diri seseorang yang berasal dari akibat suatu kebutuhan. Motif ini menimbulkan perilaku yang biasanya bertujuan pada pemenuhan kebutuhan
3. Persepsi, merupakan pengalaman tentang proyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Pembentukan proses persepsi berbeda-beda dari satu individu lainnya karena ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional.
4. Pembelajaran adalah proses yang memerlukan keterampilan, pengetahuan dan kemampuan yang menghasilkan sebuah perubahan perilaku yang relatif bersifat tahan lama
5. Kepribadian, adalah sesuatu yang membedakan individu satu dengan individu yang lain. Tiap individu memiliki perilaku yang berbeda -beda dalam mencapai tujuan karena dipengaruhi oleh keperibadiannya.”
Sebagaimana telah diungkapkan di atas, perilaku adalah semua yang dilakukan seseorang yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan kondisi individu masing-masing. Individu dalam hal ini adalah auditor. Auditor adalah seseorang yang bertugas untuk melakukan pengumpulan dan penilaian bukti informasi yang diberikan untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dalam laporan keuangan tersebut dengan kriteria yang ditetapkan. Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugasnya, auditor harus mengikuti standar audit yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan serta kode etik akuntan.
Robbins yang dialihbahasakan oleh Tim Indeks mendefinisikan penyimpangan perilaku sebagai berikut :“Penyimpangan perilaku adalah tindakan sukarela yang melanggar norma yang sudah ditetapkan dan yang mengancam organisasi, para anggotanya atau keduanya”.
Lawang yang dikutip oleh Petronila dan Irawati memberikan pengertian penyimpangan perilaku sebagai berikut : “Penyimpangan perilaku adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang itu”.
Menurut Edy Sujana dan Tjiptohadi Sawarjuono, menyebutkan bahwa perilaku disfungsional auditor merupakan perilaku menyimpang yang dilakukan auditor dalam melaksanakan audit. Perilaku menyimpang dari auditor yang dimaksud antara lain:
1) Penghentian premature terhadap langkah audit dalam program audit (premature sign-off)
2) Mengurangi jumlah pekerjaan yang dikerjakan dalam langkah audit yang dianggap beralasan oleh auditor
3) Tidak melakukan penelitian terhadap prinsip akuntansi yag digunakan klien
4) Tidak melakukan review dengan sungguh-sungguh terhadap dokumen klien
5) Menerima penjelasan klien yang lemah, melakukan underreporting of time
Perilaku 1 sampai 4 di atas dapat dikelompokkan sebagai perilaku menyimpang yang secara langsung dapat mengurangi kualitas audit. Sedangkan perilaku 5 (underreporting of time) merupakan perilaku yang secara tidak langsung mempengaruhi kualitas audit. Underreporting of time yaitu mencerminkan suatu keadaaaan yang menunjukan auditor menyelesaikan pekerjaan atau tugas yang dibebankan padanya dengan menggunakan waktu pribadi dan tidak melaporkan waktu yang dgunakan tersebut. Perilaku underreporting of time dapat menyebabkan rendahnya anggaran waktu untuk penugasan audit berikutnya. Anggaran waktu yang rendah dapat menyebabkan auditor mengalami tekanan waktu dalam menyelesaikan audit.
Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh auditor dapat menyebabkan menurunnya kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor akan akhirnya yang dihasilkan oleh auditor. Rendahnya kepercayaan pemakai laporan audit merupakan ancaman bagi profesi auditor.
Pada situasi di mana individu dengan lokus kendali eksternal merasa tidak mampu untuk mendapat dukungan kekuatan yang dibutuhkannya untuk bertahan dalam suatu organisasi, mereka memiliki potensi untuk mencoba memanipulasi rekan atau objek lainnya sebagai kebutuhan pertahanan mereka.
Agus Wahyudin, dkk menyatakan bahwa “Seorang auditor yang memiliki locus of control internal akan berusaha lebih keras ketika ia meyakini bahwa usahanya akan mendatangkan hasil sehingga tingkat kinerjanya juga tinggi. Sehingga dapat dipahami juga bahwa locus of control eksternal sebagai kebalikan dari locus of controlinternal menunjukkan kinerja yang rendah bila dibandingkan dengan individu dengan locus of control internal”.
Donelly, et al, dalam Indri Kartika dan Wijayanti (2007:6), menyatakan: Audit Individu yang memiliki locus of control internal cenderung menghubungkan hasil atau outcome dengan usaha-usaha mereka atau mereka percaya bahwa kejadian-kejadian adalah dibawah pengendalian atau kontrol mereka dan mereka memiliki komitmen terhadap tujuan organisasi yang lebih besar dibanding individu yang memiliki locus of control eksternal. Sedangkan individu yang memiliki locus of controleksternal adalah individu yang percaya bahwa mereka tidak dapat mengontrol kejadian-kejadian dan hasil atau outcome.
Solar dan Bruehl dalam Yuke Irawati, dkk (2005:3), menyatakan bahwa : “Individu yang melakukan pekerjaan dibawah standar yang ditetapkan lebih mungkin untuk melakukan tindakan penyimpangan sejak mereka melihat diri mereka sendiri tidak mampu untuk bertahan dalam pekerjaan melalui usaha mereka sendiri”.
Jadi penyimpangan perilaku dilihat sebagai kebutuhan dalam situasi dimana tujuan organisasi atau individual tidak dapat dicapai melalui langkah -langkah atau cara-cara umum yang sering dilakukan. Penggunaan program audit, penganggaran waktu penyelesaian tugas audit, dan pengawasan yang ketat dapat menyebabkan proses audit dirasa sebagai lingkungan yang memiliki struktur yang tinggi. Oleh karena itu, auditor yang memiliki persepsi yang rendah terhadap tingkat kinerja mereka dianggap akan memperlihatkan penerimaan yang lebih tinggi terhadap penyimpaan perilaku audit.
Malone & Roberts dalam Agus Wahyudin, dkk (2011:2) menyatakan bahwa :“Ada hubungan positif yang signifikan antara turnover intention dengan dysfunctional audit behavior karena menurunnya ketakutan akan kemungkinan jatuhnya sanksi apabila perilaku tersebut terdeteksi. Hal ini berarti bahwa seorang auditor yang memiliki keinginan untuk meninggalkan perusahaan lebih dapat terlibat dalam perilaku disfungsional yang disebabkan oleh penurunan tingkat ketakutan akan dijatuhkannya sebuah sanksi apabila perilaku disfungsional tersebut terdeteksi”.
Dalam konteks auditing tindakan manipulasi atau penipuan akan terwujud dalam bentuk perilaku disfungsioanl. Perilaku ini memiliki arti bahwa auditor akan memanipulasi proses auditing untuk mencapai tujuan kinerja individu. Pengurangan kualitas auditing bisa dihasilkan sebagai pengorbanan yang harus dilakukan auditor untuk bertahan dilingkungan audit. Perilaku ini akan terjadi pada individu yang memiliki locus of control eksternal.