Pengertian Teater - Kata “teater” secara etimologi adalah serapan dari kata “theater” (Ing.) yang berarti “gedung pertunjukan atau dunia sandiwara”. Kata “theater” diturunkan dari bahasa Yunani “teatron”yang berarti “takjub melihat”. Dewasa ini kata “teater” mempunyai dua makna. Pertama, teater yang berarti gedung pertunjukan, yaitu tempat diselenggarakan suatu pertunjukan. Kedua, teater yang berarti bentuk tontonan yang dipentaskan di depan orang banyak.
Teater bisa juga diartikan segala keseluruhan yang mencakup gedung, pekerja (pemain dan kru panggung), sekaligus kegiatannya (isi pementasan atau peristiwanya). Ada juga pihak yang mengartikan teater sebagai semua jenis dan bentuk tontonan, baik di panggung maupun arena terbuka. Peristiwa tontonan mencakup tiga kekuatan, yaitu: pekerja, tempat, dan komunitas penikmat atau penonton, serta terdiri dari tiga unsur yaitu: kebersamaan, saat, dan tempat, sehingga peristiwa itu disebut sebagai teater.
Teater merupakan peristiwa yang bisa menempati beberapa posisi. Teater jika dilihat ke dalam, merupakan tindakan ekspresif yang memperlihatkan gejolak rasional dan emosional seorang teaterawan (pelakunya) dalam bentuk-bentuk artistik panggung. Panggung teater dalam posisi ini bisa juga dianggap sebagai salah satu representasi dari “sikap” sosial-politik masyarakat, di mana seni itu berproses dan mendapatkan publiknya. Teater jika dilihat ke luar, dapat menempati posisi juga sebagai peristiwa sosial, sehingga dalam pengertian ini teater adalah bentuk aktif dari “tindakan” sosial-politik masyarakat.
Teater pada definisi bebas ialah suatu peristiwa teater. Juga suatu pengalaman. Naskah, rencana sutradara, permainan para aktor, komposisi ruang pada pentas, tata rias, kostum, perlengkapan panggung, dan kehadiran penonton.
Teater juga dapat disebut “drama” atau “sandiwara”. Kata drama berasal dari bahasa Yunani “dram” yang berarti “gerak”, sedangkan kata sandiwara secara etimologis berasal dari kata “sandi” (Jw.) yang berarti “rahasia” dan “warah” yang berarti “ajaran”. Sandiwara secara terminologis berarti “ajaran yang disampaikan secara rahasia atau tidak terang-terangan”.
|
Teater |
Sejarah teater sudah dimulai sejak jauh sebelum tahun 500 SM. Teater pada awalnya hanya dilakoni sebagai sebuah upacara ritual keagamaan ribuan tahun sebelum Masehi. Beberapa bangsa kuno yang memiliki peradaban maju, seperti bangsa Maya di Amerika Selatan, Mesir Kuno, Babilonia, Asia Tengah, dan Cina, menggunakan bentuk teater sebagai salah satu cara untuk berhubungan dengan Yang Maha Kuasa. Biasanya yang mendalangi seluruh upacara ritual itu adalah dukun atau
pendeta agung.
Mereka menyembah dewa dengan mengumandangkan nyanyian puji-pujian. Lambat laun upacara keagamaan ini berkembang dari sekedar nyanyian puji-pujian menjadi do’a dan cerita yang diucapkan. Upacara keagamaan pada perkembangan berikutnya lebih menonjolkan penceritaan. Sekelompok manusia bergerak mengarak seekor kambing yang sudah didandani dengan berbagai perhiasan. Mereka menggiring persembahan itu mengelilingi pasar atau jalan-jalan raya diiringi bunyi tambur, seruling, dan bunyi-bunyian lain. Iring-iringan itu memperlambat jalannya, apabila penonton bertambah atau berhenti untuk memberi kesempatan kepada narator (pencerita) yang mengisahkan suatu peristiwa. Narator mengisahkan salah satu dewa kepada penonton yang berderet-deret di pinggir jalan atau berdiri mengerumuninya.
Teater pada perkembangan sejarah berikutnya tidak lagi berfungsi hanya sebagai upacara ritual (keagamaan), melainkan berfungsi pula sebagai kesenian atau hiburan. Peristiwa teater yang mensyaratkan kebersamaan, saat, dan tempat, tetaplah menjadi persyaratan utama kehadiran teater sejak ribuan tahun sebelum Masehi, sehingga pada zaman Yunani teater pun selalu hadir dengan persyaratan yang serupa.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sesuatu dapat disebut teater jika ada keutuhan tiga kekuatan, berupa: orang teater, tempat, dan komunitas (penonton). Tiga kekuatan inilah yang bertemu dan melahirkan sinergi dan melahirkan “peristiwa teater”. Ada lima tahap yang memungkinkan sebuah peristiwa teater bisa terwujud, yakni:
1. Lahirnya impian, gagasan, atau ide.
2. Optimalisasi pengetahuan dan keahlian berteater.
3. Bergulirnya proses kreatif.
4. Terjadinya tindakan berteater.
5. Kebersamaan yang saling berbagi.
Zaman Yunani dikenal sebagai zaman yang melembagakan konvensi berteater yang masih memiliki pengaruh sampai sekarang. Mantra-mantra yang mulanya hanya lisan dan tak tertulis, berlangsung menjadi naskah tertulis, sementara do’a-do’a berubah bentuknya menjadi kisah atau lakon. Yunani melahirkan tokoh penelitian naskah drama, antara lain Aeschylus (525-456 SM),Sophocles (496-406 SM), Euripides (480-406 SM), dan Aristophanes (sekitar 400 SM). Mereka adalah bapak moyang para peneliti naskah drama.
Penjelasan yang telah diuraikan mengenai
pengertian teater di atas dapatlah dikatakan bahwa teater merupakan tontonan yang berfungsi religius dan dapat menghibur, untuk menghasilkan keutuhan interaksi (peristiwa teater) antara pekerja, tempat, dan penonton, serta terdiri dari tiga unsur, yaitu: kebersamaan, saat, dan tempat.