Ada dua pendekatan yang digunakan untuk mendefinisikan akhlah, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (istilah).
Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi mazid af’ala, yuf’ilu, if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai), al-thabi’ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-‘adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama).
Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagaimana tersebut di atas tampaknya kurang pas, sebab isim mashdar dari kata akhlaqa bukan akhlaq tapi ikhlaq. Berkenaan dengan ini maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistik kata akhlaq merupakan isim jamid atau isim ghairu musytaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya.
kata "akhlak" berasal dari bahasa Arab yang sudah meng-Indonesia dan merupakan jamak taksir dari kata khuluq, yang berarti tingkah laku, budi pekerti, tingkah laku atau tabiat. Kadang juga diartikan syakhsiyyah yang artinya lebih dekat dengan personality (kepribadian). Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang ditemia dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir.
Menurut Prof. Dr. Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi kata ‘akhlak’ berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun yang berarti kejadian, yang erat hubungannya dengan khaliq yang berarti pencipta, demikian pula dengan makhluqun yang berarti yang diciptakan.
Ibn Athir menjelaskan bahwa hakikat makna khuluk itu ialah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya), sedang khalqu merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka,
warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain sebagainya).
|
Akhlak |
Para Ahli bahasa mengartikan akhlak dengan istilah watak, tabiat, kebiasaan, perangai, dan aturan. Sedangkan menurut para ahli ilmu akhlak, akhlak adalah sesuatu keadaan jiwa seseorang yang menimbulkan terjadinya perbuatan-perbuatan seseorang dengan mudah. Dengan demikian bilamana, perbuatan, sikap dan pemikiran seseorang itu baik, niscaya jiwanya baik.
Dari uraian di atas, bahwa kata al-khalqu mengandung arti kejadian yang bersifat lahiriyah, seperti wajah tampan, cantik, kulit putih atau hitam, rambut keriting atau lurus dan lain sebagainya. Sedangkan kata al-khuluqu mengandung arti budi pekerti atau pribadi yang bersifat rohaniyah, seperti sabar, pemaaf, sombong, iri dan lain sebagainya.
Akhlak berasal dari bahasa arab khuluq yang secara etimologis berarti budi pekerti, perangai tingkah laku, atau tabiat. Istilah akhlak mengandung arti persesuaian dengan khalq yang berarti pencipta, dan makhluq yang berarti yang diciptakan, yang berarti baik kata akhlak atau khuluq kedua-duanya dapat dijumpai di dalam Al-Qur’an sebagai berikut: “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur”(Q.S. Al-Qolam:4)
Adapun secara terminologi yang dikemukakan oleh ulama akhlak adalah sebagai berikut:“Akhlak ialah Munculnya perbuatan manusia atas dasar cahaya batasan manusia untuk munculnya suatu perkara yang baik dan buruk”.
Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin yang dikutip dalam bukunya Asmaran as mengatakan bahwa akhlak adalah kebiasaan kehendak. Ini berarti kehendak itu bisa dibiasakan akan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak. Contohnya: bila kehendaknya itu dibiasakan memberi, maka kebiasaannya itu adalah akhlak dermawan. Akhlak ialah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia kepada lainnya menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
Dalam ensiklopedia Pendidikan dikatakan bahwa akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etika dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliqnya dan terhadap sesama manusia.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1989) budi pekerti ialah tingkah laku, perangai, akhlak. Budi pekerti mengandung makna perilaku yang baik, bijaksana dan manusiawi. Di dalam perkataan itu tercermin sifat, watak seseorang dalam perbuatan sehari-hari. Budi pekerti sendiri mengandung pengertian yang positif.
Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu membentuk suatu kesatuan tingkah laku yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Dari kelauan itu lahirlah perasaan moral yang terdapat dalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak. Menurut Ibn Maskawai, a
khlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran.
Imam Ghazali menjelaskan bahwa akhlak itu ialah suatu istilah tentang bentuk batin yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorong ia berbuat (bertingkah laku), bukan karena suatu pemikiran dan bukan pula karena suatu pertimbangan. Seorang ulama mendefinikan akhlak sebagai berikut: sesungguhnya akhlak itu ialah kemamuan (azimah) yang kuat tentang sesuatu yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi adat yang membudaya, yang mengarah pada kebaikan atau keburukan. Terkadang adat itu terjadi secara kebetulan tanpa disengaja atau dikehendaki mengenai yang baik atau yang buruk.
Akhlak menurut Al-Qurthubi yakni: Perbuatan yang bersumber dari diri manusia yang selalu dilakukan, maka itulah yang disebut akhlak, karena perbuatan tersebut bersumber dari kejadiannya.
Adapun menurut Muhammad Ibn 'Ilan Al-Sadiqi Akhlak adalah suatu pembawaan yang tertanam dalam diri, yang dapat mendorong (seseorang) berbuat baik dengan gampang.
Abu Bakar Jabir Al-Jaziri berpendapat: Akhlak adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia yang dapat menimbulan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela.
Yang dimaksud dengan kehendak dan kebiasaan di atas adalah bahwa kehendak merupakan ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah bimbang, sedang kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya. Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan itu mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar, dan kekuatan yang besar itulah yang disebut dengan akhlak.
Para pakar menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Tingkah laku itu dilakukan secara berulangulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik atau hanya sewaktu-waktu saja. Maka seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya, didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran, apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat. Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak.
Definisi di atas meskipun berbeda redaksinya, tetapi tidak berbeda jauh maksudnya. Akhlak dapat didefinisikan sebagai sifat yang telah tertanam dalam jiwa manusia yang dapat menimbulkan perbuatan tanpa perlu adanya pemikiran dan pertimbangan karena perbuatan tersebut telah dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga telah menjadi sebuah kebiasaan. Jadi akhlak bukanlah perbuatan, melainkan gambaran jiwa yang tersembunyi.
Dari beberapa
pengertian sekilas tersebut di atas dapat dimengerti bahwa akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang telah terlatih sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angan lagi.
Sumber:
1. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: RajaGrafindo Persada,1997), 1-2
2. A. Mustofa, Akhlak Tasawuf (Pustaka Setia:Bandung, 1999), 11
3. Sudirman Tebba, Seri Manusia Malaikat (Yogyakarta: Scripta Perenia, 2003),65
4. Asmaran as, Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1994) 2
5. Agus Sudjanto, Psikologi Kepribadian (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 12.
6. Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 346
7. Ahmad warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir; Arab-Indonesia Terlengkap, cet ke-25, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), h. 364
8. Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak Peran Moral, Intelektual, emosional, dan Sosial sebagai wujud integritas Membangun Jati diri, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006) hal. 11
9. Aminuddin, Membangun karakter dan Kepribadian Melalui Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006) Hal. 93