Pengertian Industri kecil menurut Undang-Undang No 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil pasal 1 adalah “Kegiatan Ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagai mana diatur dalam Undang-undang ini”. Yang dijelaskan lagi pasal 5 sebagai berikut :
- “Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000 (dua ratus juata rupaih), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
- Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah);
- Milik warga Indonesia;
- Berdiri sendiri; bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung mauapu tidak langsung dengan Usaha Menegah atau Usaha Besar;
- Bentuk badan usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hokum, atau badan usaha yang berbadan hokum, termasuk koperasi”.
Industri kecil diartikan oleh BPS dalam Kuncoro (1997:314-315):
“Bila menggunakan tenaga kerja antara 5 sampai 19 orang, Departemen Perdagangan lebih menitik beratkan pada aspek permodalan, bahwa suatu usaha disebut usaha kecil apabila permodalannya kurang dari Rp. 25 juta. Departemen Perindustrian mendefinisikan industri kecil sebagai industri yang mempunyai aset tidak lebih dari Rp. 600 juta. KADIN mendefinisikan industri kecil sebagai sector usaha yang memiliki aset maksimal Rp. 250 juta, tenaga kerja paling banyak 300 orang dan nilai penjualan dibawah Rp. 100 juta. Departemen Koperasi dan PKK sependapat dengan Bank Indonesia, yang menggolongkan pengusaha kecil (PK) berdasarkan kriteria omset usaha tidak lebih dari Rp. 2 milyardan kekayaan (tidak termasuk tanah dan bangunan) tidak lebih dari Rp. 600 juta.
Dari beberapa definisi diatas, penulis memberikan batasan tentang industri kecil, yaitu suatu jenis industri dimana dalam melaksanakan kegiatan usahanya dikerjakan oleh tenaga kerja yang jumlahnya 5 sampai 19 orang, dengan menggunakan modal usaha kurang dari Rp. 25 juta, mempunyai aset tidak lebih dari Rp. 600 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan) serta menerima hasil penjualan tidak lebih dari Rp. 2 milyar.
Karakteristik dan peranan industri kecil menurut Kuncoro (1997:315-316) adalah:
- “Tidak adanya pembagian tugas yang antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus sebagai pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya.
- Rendahnya askes industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal, sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang, perantara, bahkan rentenir.
- Sebagain besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainyastatus badan hukum.
- Ditinjau menurut golongan industri tampak bahwa hamper sepertiga bagian dari seluruh industri kecil bergerak pada kelompok usaha idustri makanan, minuman atau tembakau (ISIC31), diikuti kelompok industri barang galian bukan logam (ISIC36), industri tekstil (ISIC32) dan industri kayu, bamboo, rotan, rumput dan sejenisnya termasuk perabotan rumah tangga (ISIC33). Masing-masing berkisar antara 21 persen hingga 22 persendari seluruh Industri kecil yang ada.
Dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995, bidang usahatermasuk dalam kelompok industri kecil adalah memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), dan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,-
Pengelompokan Industri Kecil
Departemen perindustrian pengelompokan industri kecil sebagai berikut:
1.
Industri pangan, meliputi makanan, minuman dan tembakau.
2.
Industri sandang dan kulit, meliputi tekstil, pakaian jadi dan pakaian dari kulit.
3.
Industri kimia dan bahan bangunan meliputi industri kertas, percetakan, penerbitan, barang-barang karet, plastik dan sebagainya.
4.
Industri galian bukan logam.
5.
Industri logam, meliputi mesin-mesin listrik, barang dari logam dan sebagainya.
Sedangkan menurut Steinhoff dalam Irianto (1996:13-15), industri kecil dapat dikelompokkan menurut bidang kegiatannya sebagai berikut:
a.
Pabrik (Manufacturing)
Industri kecil dengan bidang kegiatan pabrik ini umumnya menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan untuk melengkapi hasil produksi pabrik besar.
b.
Pertambangan (Mining)
Industri kecil ini memanfaatkan bahan-bahan mentah yang berhasil dari perut bumi (the bowels of the eart) untuk dijual kepada perusahaan besar yang dapat memanfaatkan hasil produksinya (bukan Pertamina atau perusahaan-perusahaan tambang domestik atau asing yang berukuran sangat besar), misalnya parapenambang garam dan para penambang pasir.
c.
Perkulakan/Grosir (Wholesaling)
Perusahaannya dapat disebut juga pedagang perantara. Mereka menjual barang dari perusahaan industri besar kepada konsumennya.
d.
Pedagang Eceran (Retailing)
Pedagang eceran ini membeli barang dari pedagang perantara (wholesalers), pemborong (jobbers) atau para penyalur utama (main distributors). Pedagang eceran ini tersebar dimana-mana sehingga dapat dijangkau oleh setiap konsumen di manapun berada.
e.
Jasa Pelayanan (Service)
Jasa pelayanan ini tidak menghasilkan barang yang dapat dikonsumsi (material), tapi memberi pelayanan yang sifatnya non material dan tentunya perusahaan menerima imbalan material dari si pemakai jasa, misalnya jasa perbaikan televisi, radio, jasa binatu dan lain-lain.
|
Industri kecil |
Menurut Imam Hanafi dan Imam Hardjanto dalam Bukunya Kewirausahaan (2006:41) Industri kecil memiliki kekuatan atau kelebihan sendiri yaitu:
1)
Memiliki kebebasan untuk bertindak. Bila ada perubahan, misalnya perubahan produksi baru, teknologi baru dan perubahan mesin baru, usaha kecil bisa bertindak dengan cepat untuk menyesuaikan dengan keadaan yang berubah tersebut. Sedangkan pada perusahaan besar, tindakan cepat tersebut susah dilakukan.
2)
Fleksibel. Perusahaan kecil sangat luwes, ia dapat menyesuaikan dengan kebutuhan setempat. Bahan baku, tenaga kerjadan pemasaran produk usaha kecil pada umumnya menggunakan sumber-sumber setempat yang bersifat lokal. Beberapa perusahaan kecil diantaranya menggunakan bahan baku dan tenaga kerja bukan lokal yaitu dari daerah lain atau impor.
3)
Tidak modah goncang. Karena bahan baku dan sumber daya lainnyakebanyakan lokal, maka perusahaan kecil tidak rentan terhadap fluktuasi bahan baku impor. Bahkan bila bahan baku impor sangat mahal sebagai akibat tingginya nilai mata uang asing, maka kenaikan mata uang asing tersebut dapat dijadikan peluang oleh perusahaan kecil yang menggunakan bahan baku lokal dengan memproduksi barang-barang untuk keperluan ekspor.
Pengembangan industri kecil ini ternyata menemui beberapa hambatan, diantaranya seperti yang dikemukakan Imam Hanafi dan Iman Hardjanto dalam bukunya kewirausahaan (2006:42) adalah sebagai berikut:
1)
Kelemahan Struktural, yaitu kelemahan dalam struktur perusahaan semisal kelemahan manajemen, pengendalian mutu, penguasaan teknologi, permodalan dan terbatasnya akses pasar.
2)
Kelemahan Kultural, yaitu merupakan kelemahan yang menyebabkan kelemahan-kelemahan cultural seperti; informasi peluang, informasi mendapatkan bahan baku, informasi pengembangan produl dll.
Sedangkan menurut Tambunan (2002:70-81), masalah-masalah yang sering dihadapi/dialami oleh industri kecil adalah sebagai berikut:
1) Kesulitan Pemasaran
Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi perkembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) khususnya industri kecil. Salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran yang umum dihadapi adalah tekanan-tekanan persaingan, baik di pasar domestik dari produk-produk serupa buatan usaha besar/industri besar dan impor, maupun di pasar ekspor. Hal ini disebabkan karena terbatasnya informasi, kekurangan modal dan SDM yang relatif rendah. Kesulitan pemasaran ini meliputi permintaan menurun, tidak mampu menjual pada harga pasar, tidak mampu bersaing dalam kualitas dan pelayanan.
2) Kesulitan pegadaan bahan baku
Keterbatasan bahan baku juga sering menjadi salah satu kendala serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi banyak UKM khususnya industri kecil di Indonesia. Kesulitan pegadaan bahan baku meliputi harga naik terlalu tinggi, persediaan bahan baku.
3) Kekurangan Modal
Industri kecil di Indonesia sering bahkan selalu dihadapi dua masalah utamadalam aspek finansial yaitu mobilitas modal awal (start-up capital) dan akses ke modal kerja dan finansial jangka panjang untuk investasi (perluasan kapasitas produksi atau menggantikan mesin-mesin tua). Industri kecil umumnya kurang berminat untuk meminta kredit dari perbankan dan bantuan dari BUMN. Hal ini disebabkan oleh sejumlah alasan, diantaranya adalah: lokasi Bank yang terlalu jauh bagi banyak pengusaha yang tinggal di daerah yang relatif terisolasi, persyaratannya terlalu berat, urusan administrasi terlalu bertele-tele dan kurang informasi mengenai skim-skim Bank yang dijadikan sumber-sumber dominan bagi industri kecil. Selain Bank sebagai asal pinjaman utama, terdapat pula koperasi, lembaga keuangan non bank, keluarga, perorangan dan lain-lain.
4) Kesulitan membayar pekerja, dikarenakan pendapatan/perolehan menurun dan UMR naik. Selain itu juga terkait dengan keterbatasan SDM. SDM merupakan salah satu ancaman serius bagi UKM (Industri kecil) Indonesia untuk dapat bersaing baik di pasar domestik maupun di pasar Internasional.
5) Kekurangan energi, dikarenakan tariff listrik naik dan harga BBM serta harga gas naik. Hal ini juag terkait dengan keadaan keuangan industri kecil tersebut.
6) Keterbatasan Teknologi
Umumnya industri kecil di Indonesia menggunakan teknologi lama/tradisional dalam bentuk mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang sifatnya manual. Hal ini menyebabkan tingkat produksi yang rendah dan kualitas produk yang dihasilkan juga rendah. Keterbatasan teknologi disebabkan oleh keterbatasan modal untuk membeli mesin-mesin baru dan untuk menyempurnakan proses produksi, keterbatasn informasi tentang perkembangan teknologi atau mesin-mesin dan alat-alat produksi baru serta keterbatasan SDM untuk mengoperasikan mesin-mesin baru atau melakukan inovasi-inovasi dalam produk maupun proses produksi.
Industri kecil juga memberi manfaat social (social benefits) yang sangat berarti bagi perekonomian menurut Irsan Azhary Saleh (1986 : 5) antara lain sebagai berikut :
a. Industri kecil dapat menciptakan peluang berusaha yang luas dengan pembiayaan yang relative murah
b. Industri kecil turut mengambil peranan dalam peningkatan dan mobilitas tabungan domestik
c. Industri kecil mempunyai kedudukan komplementer terhadap industri besar dan sedang, karena industri kecil menghasilkan produk yang relative murah dan sederhana, yang biasanya tidak dihasilkan oleh industri besar dan sedang.
Permasalahan pokok yang dihadapi industri kecil menurut Irsan Azhary Saleh (1986:5-6) adalah:
a. Iklim diskriminatif yang bersumber dari sikap dan tindakan pemerintah
b. Relatif terbatasnya akses untuk memperoleh kredit dari bank komersil
c. Beberapa premis yang secara asasi merupakan kendala tersendiri bagi perkembangan industri kecil.
Alasan yang mendasari resistensi dari keberadaan industri kecil dan kerajinan rmh tangga dalam perekonomian Indonesia menurut Irsan Azhary Saleh (1986:11) adalah:
a. Sebagian besar populasi industri kecil dan kerajinan rumah tangga berlokasi di daerah pedesaan, sehingga jika dikaitkan dengan kenyataan tenaga kerja yang semakin meningkat serta luas tanah garapan pertanian yang relative berkurang, industri kecil merupakan jalan ke luar.
b. Beberapa jenis kegiatan industri kecil dan kerajinan rumah tangga banyak menggunakan bahan baku dari sunber-sumber di lingkungan terdekat (di samping tingkat upah yang murah) telah menyebabkan biaya produksi dapat ditekan rendah.
c. Harga jual yag relative murah serta tingkat pendapatan kelompok “bahwa” yang rendah sesungguhnya merupakan suatu “kondisi berjawab” tersendiri yang memberi peluang bagi industri kecil dan kerajinan rumah tangga untuk tetap bertahan.
d. Tetap adanya permintaan terhadap beberapa jenis komiditi yang tidak diproduksi secara masinal (misalnya batik tulis, anyam-anyaman, barang-barang ukiran dan sebagainya) juga merupakan salah satu aspek pendukung yang kuat.